Barangsiapa yang ilmunya tidak membuat dia takut kepada Allah Subhanahu wata'ala, maka ia tertipu

Daily Archives: November 4, 2010

Al-Ma’tsurat adalah serangkaian bacaan ayat Alquran Alkariem, zikir dan doa yang disusun sedemikian rupa oleh Haddan Al-Banna sebagai kumpulan bahan untuk zikir pagi dan sore hari. Sumber ayat-ayatAlquran, lafal-lafal yang diambil dari hadis-hadis Rasulullah saw.

 

Selain ayat dan hadis itu, ada juga doa yang digubah oleh beliau sendiri yaitu doa rabithah yang diletakkan dibagian akhir kumpulan zikir Al-Ma’tsurat.

 

Jadi, penyusunan letak ayatdan hadis sedemikian rupa sehingga menjadi seperti urutan dalam ma’tsurat itu, tentu saja bukan dari Rasulullah saw. Melainkan dari penyusunannya.

 

Kalau dipahami bahwa wujud Al-Ma’tsurat dengan pilihan ayat dan susunannya itulah yang dahulu dibaca Rasulullah padi dan petang, tentu pemahaman ini adalah pemahaman yang keliru.

 

Kemudian dilihat dari segi kedudukan hadis, sebagian doa dan zikir dalam Al-Ma’tsuratada yang daif, antara lain doa khusus setelah selesai acara yang popular disebut kafaratul majlis

 

Subhaanaka Alloohumma wabihamdika, asyhadu alla ilaaha illaa anta, asytagfiruka wa atuubu ilaaik

Continue reading


Al-Barjanzi adalah sebuah karya tulis (kitab) seni sastra yang mamuat kehidupan Nabi Muammad. Judul kitab itu sendiri sebenarnya “Iqdul Jawahir (kalung permata), ditulis oleh syekhja’far al-barjanzi bin husin bun Abdul Karim yang lahir di Madinah tahin 1690 dan wafat disana tahun 1766. Nama albarjazi dinisbahkan(dihubungkan) kepada bangsa/turunan penulisnya, yang sebenarnya juga diambil dari tempat asal keturunannya, yakni daerah Barzinj(Kurdistan)

 

Pada asalnya kitab ini ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan Nabi Muhammad saw. Dan agar umat Islam meneladani kepribadiannya. Namun dalam perkembangan selanjtnya menjadi “buku wajib” yang dibaca dalam berbagai upacara keagamaan, antara lain peringatan hari lahir, upacara cukuran rambut bayi, khitanan, pernikahan, dan lainnya sebagainya yang dianggap dapat meningkatkan keimanan dan membawa banyak manfaat. Dalam acara-acara tersebut al-Barjanzi dalam bahasa aslinya (arab) dilagukan dengan berbagai macam lagu.

Continue reading


Tentang membaca salawat sebelum berdoa,ada beberapa hadis sebagai berikut

“tiap-tiap doa terdinding, sebelum disalawatkan atas Muhammad saw (H.R Thabrani : Tuhfatudz-dzakirien hal.31)

 

Keterangannya :

a.   Ucapan ini bukan sabda Nabi saw, tetapi omongan Ali bin Abi Thalib, Al-         Mundziriy berkata : “sesungguhnya omongan itu mauquf (ucapan sahabat)         (Tuhfatudz-dzakirin 31 dan Tahrieb wat-Targhieb 2:224). Maka belum dapat          dipakai sebagai alasan.

b.   Ad-Dailami ada juga meriwayatkan hadis itu, tapi lemah, karena dalam sanadnya ada rawi bernama Muhammad bin Abdil-Aziz, Ad-Dienuriy seorang    rawi lemah (tuhfatudz-dzakirin 31)

 

“Sesungguhnya doa itu terhenti antara langit dan bumi. Tidak sedikitpun dari doa itu yang dapat naik sebelum disalawatkan atas Nabimu saw”

Keterangan :

a.   Hadis itu diriwayatkan oleh Turmudzi, bab witir

b.   Hadis itu bukan sabda Nabi saw, tapi ia adalah omongan Umar bin Khattab      (tuhfatudz-ahwadzi no.484). Selain itu, hadis ini majhul (tidak dikenal).

c.   Riwayat ini juga tidak dapat dijadikan alasan untuk sunat membaca salawat        sebelum berdoa.

Continue reading


Hadis yang ditanyakan itu demikian ;

 

dari Uqbah bin Amir….ia berkata : Maka adala rasulullah apabila ia ruku menyebut “subhana rabbiyal ‘adzimi wa bihamdihi tiga kali dan apabila sujud menyebut “subhana rabbiyal ‘ala wa bihamdihi” tiga kali

Penjelasan :

1.   Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud 1 : 139, selain Abu Dawud ada juga diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni 130. Imam Ahmad, Ath0Thabrani dan Al-hakim, semua ini riwayatnya lemah. Cukup kita perbincangkan riwayat Abu Dawud saja

 

2.   Riwayat Abu Dawud ini pun lemah karena :

 

Pertama : Abu dawud sendiri berkata “tambahan ini dikhawatirkan tak terpelihara(sah)” Ucapan Abu Dawu ini meragu ragukan dan memberi gambaran bahwa tambahan itu belum tentu sah.

Continue reading


Merapatkan kedua tumit waktu sujud

 

Pada kesempata ini akan dibahas mengenai posisi tumit apakah diregangkan mengikuti kerenggangan lutut yang direnggangkan ataukah secara khusus dirapatkan.Menurut kami hal ini perlu dibahas lebih panjang lebar karena telah terjadi perbedaan pendapat yang melahirkan polemic

 

Pada waktu sujud Rasulullah saw merenggangkan kedua paha dan lutut.Diterangkan oleh Abu Humaid tentang sifat Rasulullah saw

 

Dari Humaid sifat (salat) Rasulullah saw ia mengatakan “dan apabila (nabi) sujud, beliau merenggangkan kedua pahanya tanpa membebankan perutnya pada kedua pahanya sedikitpun” HR Abu Daud

 

Imam Asy-syaukani mengatakan “maksudnya ialah merenggangkan kedua paha, kedua lutut dan kedua tumit. Dan Kawan-kawan Imam Asy-syaukani menerngkan bahwa renggangnya kurang lebih satu jengkal” Nailul Authar, II:271

 

Untuk selanjutnya marilah kita perhatikan pendapat sementara orang yang menyatakan bahwa ketika sujud meskipun kedua paha, lutut dan betis direnggangkan, secara khusus kedua tumit ini dirapatkan.

 

Pendapat demikian neralasan dan keterangan sebagai berikut

 

1. Dari Urwah bin Zubair dari Aisyah osteri Nabi Nabi saw berkata padahal saya diatas tempat tidur. Laludapatkan beliau sedang sujud, beliau menghadapkan ujung jari-jari (kaki) kekiblat..” HR Ad-Daruquthni dan al-Baihaqi Continue reading


Membaca Al-fatihah di belakang imam

Perselisihan imam-imam tentang ma’mum membaca dibelakang imam

Ditentang masalah nii, telah bersselisih ulama atas tiga golongan, disini kita akan terangkan dalil-dalil bagi tiap-tiap (satu golongan_dari mereka, dengan ringkas dan kita akan terangkan apa yang kuat dari antara dalil-dalil mereka, dan mana yang lemah.

Kita mulai berkata padahal dengan perolongan Allah adanya kejayaan dan padaNya perserahan diri :

 

Golongan pertama berkata :

Sesungguhnya tidak tersenmbunyi bagi orang yang ada pengetahuan tentang hadis, hal wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, karena keterangan yang diriwayatkan dari ‘Ubadah bahwasany ia telah berkata :

 

1.   Rasulullah saw pernah salat subuh lantas bacaan jadi berat atasnya (yakni terganggu), maka sesudah selesai, Rasulullah berkata” …aku rasa kamu membaca dibelakang imam”. Lantas kami jawab “ya, betul! Ya Rasulullah” Sabda rasulullah “…jangan kamu berbuat begitu melainkan bacalah ummul quran, karena sesungguhnya tidak sah salat bagi orang yang tidal membacanya (H.R Abu Dawud dan Turmudzi).Dan pada satu lafaz lain :

 

2.   ….Jangan kamu baca sesuatu daripada quran, apabila aku baca keras, melainkan ummul-quran (H.R Abu Dawud, Nasai dan Daraquthni, ia berkata “sekalian rawi-rawinya itu orang yang boleh dipercaya”) dan diriwayatkan dariUbadah :

 

3.   Sesungguhnya Nabi saw telah berkata “..janganlah seorang pun daripada kamu membaca sesuatu daripada quran diwaktu aku baca keras, melainkan Ummul-quran (H.RAbu Dawud). Ia berkata “…orang-orang yang meriwayatkan itu orang-orang yang boleh dipercaya

 

Hadis Ubadah ini, sesungguhnya diriwayatkan juga oleh Ahmad dan oleh Bukhari di risalah Juz-ul-qira’ah dan ia sahkan, dan oleh Ibnu Hibban dn Baihaqi dari jalan Muhammad bin Ishaq bin Yasir, dan satu daripada yang menyaksikan dia, ialah apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dari jalan Khalid, dari Abi Qilabah, dari Muhammad bin Abi Aisya dari seorang daripada Nabi saw katanya :

 

4.   Telah berkata Rasulullah saw”…barangkali kamu membaca dibelakang imam di waktu imam baca?. Mereka menjawab “…sesungguhnya memang kami berbuat begitu’..sabda Rasul “..tidak boleh! Melainkan kamu membaca fatihatul kitab” (kata Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani : sanadnya baik.

 

5.   Dan telah diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dari jalan Aiyub, dari Abi Qilabah dari Anas dan ia berkata “bahwasanya dua-dua jalan itu terpelihara yaitu dengan lafaz : “telah berkata Rasulullah saw “..Adakah kamu membaca di dalam salat kamu dibelakang imam, sedang imam membaca?..janganlah kamu berbuat demikian tetapi hendaklah masing-masing dari kamu baca fatihatul kitab dihatinya”

Dan diriwayatkan pula oleh thabrani di Ausath dan oleh Baihaqi dan oleh Abdurrazaq dari Abi qilabah, daro Nabi saw dengan tidak tersebut perantaraannya dan juga dari Abu Hurairah katanya :

Continue reading


Seperti yang telah kita ketahui bahwa masalah Niat dalam beramal itu sangatlah penting, tapi ada sebagian orang yang mengartikan bahwa niat disini yaitu dengan cara dilafazkan, contohnya melafazkan niat ketika shalat, puasa atau shaum dan lain-lain. Masalah klasik ini bagi mereka yang beralasan bahwa pelafazan niat itu dengan hujjah hadits “Innamal a’maalu binniyyaat” artinya, sesungguhnya amal-amal itu ada niatnya (HR. Bukhari). Apabila kita perhatikan hadits tersebut sangat singkat, tetapi sebenarnya baru sebagian. Mari kita kaji apakah hadits tersebut adalah benar sebagai dalil hujjah mereka? Berikut pembahasannya.

“Sesungguhnya amal-amal itu ada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang ia niatkan. Maka siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ia cari atau perempuan yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya pada apa yang ia hijrahkan”

Takhrij hadits

  1. Shahih al-Bukhariy kitab Bad’il wahyi bab Kaifa kana Bad-ul-wahyi ila Rasulullah SAW, No:1
  2. Shahih Muslim Kitab al-imarah bab qaulihi saw innamal-a’mal bin-niyyah no.5036
  3. Sunan at-Tirmidzi kitab fadla ‘ilil-jihad bab ma ja’a fiman yaqutilu riya’an wa lid-dunya no.1748
  4. Sunan an-Nasaiy kitb at-thaharah bab an-niyyah fil-wudu’ no.75
  5. Sunan Ibnu Majah kitab az-zuhd bab an-niyyah no.4376.
  6. 7. Musnad Ahmad bab Musnad ‘Umar ibn al-khattab no. 170, 307.

 

Asbabul-wurud

 

Menurut Ibn Hajar, Hadits ini tidak ada kaitannya dengan ‘Muhajir Ummi Qais’. Yakni seorang lelaki yang hijraj karena tunangannya; Ummu Qais, hijrah bersama Nabi SAW. Walaupun hal tersebut benar terjadi. Tetapi tidak ada tashrih (penjelas) yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengatakan hadits diatas karena adanya ‘Muhajir Ummi Qais’. Singkatnya hadits ini disabdakan SAW secara spontan tanpa ada kaitannya denganMuhajir Ummi Qais. Hanya ketika ada seorang lelaki yang hijrah seperti yang disebutkan diatas, maka disebutlah laki-laki itu oleh para sahabat sebagai ‘Muhajir Ummi Qais’. (Fathul-Bari 1:2)

Continue reading